oleh

Aditya Sahril Ramdani, Pengelolaan Sampah dan Pengembangan Pertanian

KABARPARLEMEN.ID – Salah satu wajak baru di DPRD Kabupaten Tasikmalaya bernama Aditya Sahril Ramdani. Kelahiran Jakarta, 22 Juni 1982, dan dewasa di Tasikmalaya.

Aditya Sahril Ramdani terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya pada Pileg 2024, Dapil 1. Ia politikus PDI Perjuangan.

Aditya  mengaku mulai bergelut dengan politik sejak aktif di PMII, organisasi otonom di bawah Nahdlatul Ulama. Mengenal PMII sendiri sejak ia duduk di bangku SMA, di Cipasung.

Tapi benar-benar aktif di PMII semasa kuliah di STHG Tasikmalaya, tahun 2000-an awal. Aditya benar-benar fokus di PMII. Secara struktural, ia pernah menjabat sebagai Ketua Komisaria, Ketua Cabang, hingga  Wakil Sekretaris di PMII Jabar.

“Nah setelah dari PMII selama 2000 sampai 2007, saya mulai aktif di PDI Perjuangan. Awalnya sebagai tenaga ahli Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Tasikmalaya tahun 2008,” kata Aditya.

Berlabuh di PDI Perjuangan juga bukan tanpa alasan. Ia memiliki alasan ideologis, biologis dan sosiologis.

Secara ideologis, Aditya merasa ada keselarasan antara prinsip nilai dasar pergerakan PMII dengan visi PDI Perjuangan. Karena di PMII ia belajar tentang pemahaman kebangsaan hingga nilai-nilai kemanusiaan.

“Saya pikir di PDI Perjuangan itu selaras dengan apa yang saya perjuangkan di PMII,” lanjut Aditya.

Sementara secara biologis, Aditya adalah cucu dari simpatisan PNI, baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah. Jadi, ia merasa ada darah Marhaen yang mengalir dalam tubunya.

“Kalau faktor sosiologisnya, karena waktu itu, Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Tasikmalaya, Bapak Ade Sugianto memberi saya ruang untuk berkreasi dan beraktivitas di DPC PDI Perjuangan,” kenang Aditya.

Tidak Ada Mantan Aktivis

Aditya menilai bahwa wadah perjuangannya sejauh ini hanya PMII dan PDI Perjuangan. Melalui dua organ inilah ia menemukan kejelasan target politik.

Karena itu, sekalipun sudah berpartai dan menjadi anggota DPRD, spirit aktivisnya tidak pernah luntur. Sikap kritis waktu semasa di PMII masih terjaga hingga kini.

“Saya pikir aktivis itu tidak ada mantan. Aktivis itu tetap kritis dan konsisten membela terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan,” jelas Aditya.

Tetapi Aditya tidak menampik bahwa energinya kini lebih besar. Jika aktivis mahasiswa hanya bisa berteriak, anggota DPRD bisa bertindak. Perjuangannya tidak lagi sekadang dengan lisan, tetapi dengan kekuasaan.

Dalam melakukan perubahan itu, Aditya mengaku sudah meminta izin pimpinan untuk fokus pada dua sektor. Pertama terkait pengelolaan sampah. Kedua soal pemberdayaan pertanian.

“Soal pertanian, saya ingin membangun pertanian yang modern, higienis, dan mampu memberikan kontribusi ril untuk para petani. Karena 50 persen masyarakat kita adalah petani, tetapi petani tanpa pengetahuan dan teknologi modern,” lanjut Aditya.

Sementara terkait pengelolaan sampah, Adiyta ingin membangun sebuah manajerial yang dapat mengubah sampah menjadi berkah.

“Sampah itu kalau dimenej dengan baik tentu mampu mendatangkan keuntungan dan memulihkan lingkungan,” pungkasnya.

Komentar