oleh

Dani Fardian, Edukasi Masyarakat Agar Tidak Pragmatis

KABARPARLEMEN.ID — Dani Fardian terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya dari Dapil 7. Yaitu meliputi Kecamatan Bojonggambir, Sodonghilir, Taraju, Salawu, dan Puspahiang.

Sebagai politikus, Dani tidak selalu mengejar kemenangan dengan segala cara. Ia selalu berupaya mengedukasi supaya masyarakat tidak memilih secara pragmatis.

Selain menjadi Politikus Partai Golkar, Dani juga menjabat sebagai Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Tasikmalaya. Di organisasi ini, ia juga berupaya untuk bersikap tidak arogan. Sebab baginya, Ketua MPC adalah cerminan dari seluruh anggota Pemuda Pancasila di tingkat kecamatan.

Adapun keprihatinan akan kecenderungan pemilih yang kian pragmatis, kata Dani, karena akan berimbas pada hasil pemilihan. Dalam kata lain, perilaku pemilih berdampak besar pada perilaku pemimpin, tepatnya pada kualitas kebijakan yang dilahirkannya.

Salah satu perilaku buruk pemilih, menurut Dani, adalah memilih berdasarkan besaran pembayaran. Uang menjadi tujuan atau landasan menentukan pilihan.

Akibatnya, politik menjadi berbiaya tinggi. Sehingga pada gilirannya terpilih, pemimpin tersebut akan menyusun kebijakan yang buruk, yakni tidak berpihak kepada masyarakat.

“Kekhawatiran saya itu politik saat ini berbiaya cukup tinggi. Untuk menjadi kepala desa, anggota dewan dan kepala daerah saja misalnya; calon harus memiliki ongkos politik yang lumayan besar,” ujar Dani.

Untuk mengatasi perilaku buruk pemilih, hemat Dani, harus ada upaya pendidikan politik yang serius dan simultan. Dengan demikian, masyarakat akan mampu memilih calon pemimpin dengan cerdas dan rasional.

Adapun salah satu upaya pendidikan politik adalah dengan memberi pemahaman dan kesadaran atas hasil pembangunan. Masyarakat mesti mengerti bahwa hasil pembangunan berdasar pada sebuah kebijakan.

“Makanya sangat diperlukan edukasi politik di tengah masyarakat. Terkadang masyarakat menilai hasil pembangunan sebagai hal biasa. Sehingga yang menjadi (calon) pilihan itu berdasarkan pemberian pada waktunya (money politic misalnya, Red.),” lanjutnya.

Dalam kata lain, jelas Dani, mestinya masyarakat meminta sesuatu kepada politikus itu pascapemilihan, melalui sebuah kebijakan; bukan pada masa pemilihan umum yang sesaat. Dirinya meyakini bahwa proses pemilihan yang baik bisa mengubah pemimpin buruk menjadi baik.

“Berlaku juga sebaliknya, jika prosesnya buruk, maka pemimpin baik pun bisa menjadi buruk. Insyaallah saya akan selalu konsisten melakukan pendidikan politik. Utamanya di tingkat pemerintahan desa, mulai dari kepala desa hingga aparaturnya. Sehingga nanti bisa ditularkan lagi hingga tingkat RW dan RT,” tandasnya.

Komentar