KABARPARLEMEN.ID – Tidak semua politikus memilih terjun ke kancah politik karena didasari faktor keturunan. Fahmi Muzaki misalnya, ia memilih berpolitik bukan karena memiliki nasab politik.
Fahmi Muzaki adalah politikus muda. Usianya masih berkepala tiga. Tetapi kini ia sudah duduk di bangku DPRD Kabupaten Tasikmalaya.
Fahmi memang tidak duduk di DPRD Kabupaten Tasikmalaya periode 2019-2024 sejak awal. Ia mengisi sisa masa jabatan melalui pergantian antar waktu (PAW). Sebab pendahulunya, Asep Hussein meninggal dunia.
“Jadi ceritanya itu, pada tanggal 23 Juni 2023 saya mendapat amanah menjadi anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya untuk masa sisa jabatan 2019-2024. Karena pada 2019 saya kalah dalam Pileg,” terang Fahmi.
Sebagai pengganti antar waktu, peran Fahmi juga melanjutkan posisi pendahulunya. Ia duduk di Komisi III DPRD yang di antaranya mengurusi ihwal kesehatan, keagamaan, pendidikan dan kepemudaan.
Mantan Aktivis, Berlabuh di Golkar
Untuk kalangan politikus di Kabupaten Tasikmalaya, nama Fahmi Muzaki memang tidak asing, sekalipun usianya masih muda. Jauh-jauh hari publik sudah mengenalnya sebagai aktivis pergerakan di kampus.
Ya, Fahmi adalah aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya. Sikapnya kritis. Getol melontarkan protes jika melihat sejumlah kejanggalan yang berpotensi merugikan masyarakat.
Lewat kisah-kisah aktivis, Fahmi kemudian memutuskan untuk berpolitik. Baginya, berpolitik bukan sekadar mengejar kekuasaan, melainkan mencari jalan perjuangan.
Berlabuhlah ke Partai Golongan Karya (Golkar). Keputusannya itu lantas mengundang pertanyaan banyak orang, karena Fahmi masih muda, disinyalir akan kesulitan mengingat partai berlambang pohon beringin ini memiliki sistem yang cukup ketat.
“Saya memilih bergabung dengan Partai Golkar tentu dengan sadar. Karena partai ini adalah partai kader. Di dalamnya semua orang punya hak dan peluang yang sama. Tinggal bagaimana setiap individu memanfaatkan keduanya,” kata Fahmi.
Di samping itu, dalam pertimbangan Fahmi, Partai Golkar juga merupakan salah satu partai tertua di Indonesia. Sama halnya dengan PPP dan PDI Perjuangan. Sebab selain ketiga partai tersebut baru lahir setidaknya setelah Reformasi (1990-2000-an).
Sebagai partai tertua, Partai Golkar telah melahirkan banyak politikus dan negarawan hebat. Mereka itulah, bagi Fahmi, yang bisa menjadi tolok ukur bagi kemajuan bangsa.
Selebihnya, tidak ada faktor lain yang melatari Fahmi kini berada di Golkar. Dengan setengah berkelakar, ia membahasakannya dengan kalimat “bukan karena nasab”.
“Saya percaya setiap orang membutuhkan proses dalam berkarier. Tetapi ketika ada kesempatan, anak muda harus berani mengambilnya. Karena itulah saya bertekad ingin berkarya, melakukan terobosan baru, dan melaksanakan kaderisasi yang paripurna di Partai Golkar,” tekad Fahmi.
Menghadapi Audiensi
Latar belakang Fahmi sebagai aktivis tampaknya “dimanfaatkan” juga di DPRD Kabupaten Tasikmalaya. Sampai-sampai sesaat setelah resmi bertugas, ia dipasang sebagai orang paling depan menghadapi massa yang beraudiesni.
Posisinya kini seakan berbalik. Dulu, Fahmi adalah subjek dari sebuah proses pengungkapan aspirasi, kini menjadi objek yang harus menampung aspirasi dan berupaya mengabulkannya.
“Jadi sekarang saya banyak ditugasi menghadapi yang aksi. Mungkin karena pimpinan tahu kalau dulu saya lah yang sering aksi,” kata Fahmi.
Tetapi itu bukan satu-satunya tugas Fahmi sebagai legislator. Ia berupaya memperjuangkan sejumlah hal. Terutama sekali yang berkaitan dengan Tufoksinya di Komisi IV.
Dari sekian banyak persoalan yang ada, Fahmi memandang sektor kesehatan harus menjadi prioritas. Apalagi pasca Covid-19 di mana tingkat kesetresan begitu tinggi sampai melahirkan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).
“Ini fakta. Berdasarkan keterangan dari para konselor di Puskesmas, jumlah ODGJ di Kabupaten Tasikmalaya ini meningkat tajam. Karena memang ketika Covid-19 banyak yang kehilangan pekerjaan, bahkan angka perceraian juga tinggi,” ungkap Fahmi.
Sama halnya dengan dunia pendidikan, masalahnya tidak kurang pelik. Kabupaten Tasikmalaya memiliki segudang pekerjaan rumah mulai dari membenahi sarana prasarana hingga mengantisipasi kekurangan jumlah guru yang cukup besar.
“Bidang kepemudaan juga menjadi konsen saya. Ini terkait peningkatan kapasitas. Kita akan menghadapi tantangan baru, karena kehadiran AI. Pemuda harus kita dorong untuk mengerti,” tandas Fahmi.
Komentar