KAPOL.ID – Luthfi Hizba Rusydia adalah satu dari 50 anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya. Ia berangkat dari aktivis. Berlanjut ke politik praktis untuk memasuki ruang yang lebih luas, sebagai media memperjuangkan aspirasi.
Riwayat Luthfi Hizba Rusydia sebagai aktivis cukup panjang, sekalipun usianya baru 32 tahun. Bermula di kampus, kemudian menjadi aktivis sosial dan lingkungan.
Luthfi membangun sebuah organisasi bernama Pergerakan Relawan Kemanusiaan dan Lingkungan (PRK) Indonesia. Salah satu aktivitasnya adalah memfasilitasi masyarakat kurang mampu mendapat pelayanan kesehatan dan kesejahteraan.
Meski usahanya membantu masyarakat sejauh ini lancar, tetapi Luthfi mengaku masih memiliki keterbatasan. Sementara Kabupaten Tasikmalaya memerlukan banyak sekali pembenahan, termasuk hal yang krusial.
“Bergerak melalui organisasi kemasyarakatan itu saya merasa kapasitasnya masih terbatas. Karena sifatnya penyeimbang. Saya kira, kalau masuk ke dalam lingkaran pemerintahan, saya bisa memiliki posisi yang lebih kuat dalam menyuarakan aspirasi,” terang Luthfi.
Berangkat dari pemikiran itu, Luthfi memutuskan terjun ke politik praktis. Karena berdasarkan regulasi di Republik Indonesia, untuk menjadi legislator dan eksekutor itu harus melalui pintu partai politik.
Memilih PPP
Sejak awal memutuskan berpolitik, Luthfi memilih Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Tentu dengan sejumlah pertimbangan.
Pertama, Luthfi memandang bahwa untuk konteks Kabupaten Tasikmalaya, dulu PPP adalah partai terbesar. Kedua, PPP memiliki corak perjuangan sedikit mendekati dengan kultur kedaerahan yang Rligius Islami.
“Jadi, saya merasa akan lebih cocok ketika memperjuangkan madrasah diniyah atau pesantren itu melalui PPP, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya,” kata Luthfi.
Belakangan ada pertimbangan lain yang membuat Luthfi kian mantap berada di PPP. Karena partai berlambang kabah ini memiliki kultur demokrasi yang masih kuat.
Dalam bahasa Luthfi, PPP boleh jadi satu-satunya partai politik di Indonesia yang hari ini sistemnya tidak seperti korporasi. PPP adalah partai yang tidak mempunyai owner atau pemilik.
“Sepertinya hari ini hanya PPP yang tidak bisa dimiliki oleh seseorang. Kira-kira begini, seorang Luthfi juga kayaknya bisa menjadi Ketua Umum DPP di PPP. Itu tidak mungkin misalnya di Partai Gerindra, PDI Perjuang, dan lainnya,” tambah Luthfi setengah berkelakar.
Sikap keterbukaan di PPP juga mengakar sampai level paling bawah. Sejauh ini tidak ada sistem penunjukan langsung dari pusat untuk siapa saja yang berhak memimpin DPC misalnya. Setiap kader boleh berkontestasi secara sehat di internal partai.
“Artinya sifat otonom di daerah juga masih kuat kalau di PPP. Inilah saya kira sesuatu yang tidak ada di partai lain. Makanya saya memilih PPP,” mantap Luthfi.
Terkait kondidi PPP sendiri, Luthfi tidak memungkiri bahwa partai tempatnya berjuang berada dalam masa transisi. Pileg 2024 menempatkan PPP sebagai partai yang tidak dapat mencapai parliamentary threshold.
“Makanya, pembuktiannya adalah periode hari ini, antara bangkit atau runtuh. PPP kini tergantung pada figur di dalam partainya. Butuh perjuangan kader-kader yang memiliki posisi strategis di daerah, karena di pusat tidak memiliki kursi DPR RI,” pandang Luthfi.
Dua Kali Menghadapi Pileg
Luthfi bergabung dengan PPP pada 2019. Saat itu ia mengikuti kontestasi Pileg 2019. Upayanya duduk di DPRD Kabupaten Tasikmalaya ternyata belum membuahkan hasil.
Gagal pada Pileg 2019, Luthfi mengalami kevakuman dalam berpolitik praktis. Tetapi hubungannya dengan sejumlah kader PPP terus terjaga. Statusnya sebagai kader partai juga tidak ditanggalkan.
Di tengah kevakuman berpolitik praktis itu Luthfi fokus membesarkan organisasinya, PRK Indonesia. Bersama sejumlah kawan, ia gencar melakukan pelayanan kepada masyarakat, sejauh kemampuannya.
Luthfi terjun kembali untuk berkontestasi pada Pileg 2024. Persiapannya lebih matang. Investasi pengalaman di organisasi kemasyarakatan dengan aktivitas sosial yang tinggi akhirnya membuatnya berhasil.
“Mungkin saat inilah saya memaksimalkan peluang yang ada. Selama lima tahun terakhir ini saya memang memiliki pengalaman, baik di NGO, aktivitas sosial dan lain sebagainya. Saya merasa memiliki cukup modal untuk berjuang,” kata Luthfi.
Infrastruktur jadi Kunci
Di DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Luthfi mendapat tugas dari partainya untuk duduk di Komisi III. Baginya, ini posisi yang sangat strategis. Apalagi ia berangkan dari Dapil 7, yang dari segi infrastruktur seakan jauh dari perhatian pemerintah.
Dalam pandangan Luthfi, daerah-daerah yang masuk ke Dapil 7 itu memiliki jalan yang rusak parah. Dengan adanya pembenahan, ia berharap ekonomi bisa bangkit, akses kesehatan lebih mudah, pendidikan juga demikian.
Karena itu, sekalipun tidak akan mengesampingkan bidang lain, mendorong pembenahan infrastruktur akan menjadi fokus Luthfi. Karena infrastruktur merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia di Kabupaten Tasikmalaya.
“Dari sekian banyak persoalan, yang akan menjadi fokus saya adalah pembenahan infrastruktur. Karena sekalipun indikator indeks pembangunan manusia itu ada di pendidikan, ekonomi dan kesehatan; tetapi jika mengkaji lebih jauh lagi akarnya adalah infrastruktur,” pandang Luthfi.
Komentar