KABARPARLEMEN.ID – Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Desa Spatnunggal Kecamatan Sodonghilir berakhir kisruh. Kekhawatiran akan terjadinya perpecahan di tengah masyarakat pun muncul.
Salah satu kekhawatiran datang dari salah seorang anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Asep Saepuloh. Ia bahkan meminta supaya panitia Pilkades Spatnunggal segera mencari solusi penyelesaiannya.
“Jangan sampai kisruh Pilkades Sepatnunggal ini terus menjadi riak dan perpecahan di masyarakat. Sengketa tersebut bukan alasan untuk mengulang Pilkades secara total,” terang Asep, Selasa (19/9/2023).
Adapun langkah-langkah penyelesaiannya, saran Asep, Panitia Pilkades harus mengakomodir apapun yang menjadi sengketa. Setelah itu baru panitia lokal dapat memutuskan apakah akan membawa perkaranya ke panitia tingkat Kabupaten Tasikmalaya atau berhenti di panitia lokal.
Sejauh ini, politikus Partai Golkar itu menilai ada prosedur yang benar dari Panitia Pilkades Spatnunggal. Yaitu mulai dengan mengidentifikasi persoalan. Kalau memang persoalan DPT itu tidak bisa mencoblos, maka harus ada data tervalidasi dulu.
Kisruh itu sendiri mengemuka sejak Senin (18/9/2023). Ada sebagian warga Desa Sepatnunggal yang tergabung dalam tim pemenangan calon Kades nomor 2 dan nomor 3 yang melakukan audiensi kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Masyarakat ini mengemukakan soal permasalahan pada pelaksanaan Pilkades. Kata salah seorang warga Desa Sepatnunggal, Yusman, persoalan sudah ada sejak awal pembentukan panitia Pilkades. Kemudian berlanjur pada tahapan-tahapannya.
Atas persoalan tersebut, kata Yusman, sebagian warga pun merasa tidak puas dengan kinerja BPD dan Ketua Panitia Pilkades. Yusman menangkap kesan bahwa seolah-olah BPD dan Panitia Pilkades sudah berlaku diskriminatif terhadap beberapa calon Kades.
“Di lapangan kami temukan seperti hak masyarakat terpenggal, seperti hak untuk menentukan pilihan. Seolah-olah BPD itu sama sekali tidak memihak kepada masyarakat. Padahal pekerjaan dan fungsi BPD itu sebagai wakil masyarakat. Tapi seolah-olah memihak kepada salah satu calon Kades,” ujar Yusman.
Indikasi keberpihakan BPD dan Panitia Pilkades yang Yusman maksud adalah soal tahapan penentuan DPS, DPSHP sampai ke DPT. Dalam asumsi BPD dan panitia, masyarakat tidak tercatat pada DPT tidak punya hak pilih hanya mengandalkan surat domisili, KK atau KTP.
“Kami cek ke desa lain, masyarakat bisa menggunakan hak pilih dengan menunjukkan surat domisili atau identitas lain. Sementara di Desa Sepatnunggal, haknya seolah dipenggal oleh panitia dan BPD,” lanjut Yusman.
Lebih jauh Yusman menekankan bahwa pihaknya tidak akan berhenti di sana. Akan tetapi akan terus menyuarakan aspirasi masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu tingkat Kabupaten Tasikmalaya. Baginya, hukum harus benar-benar ditegakkan.
Di pihak lain, salah satu warga Kampung Bojong, Denih mengaku tidak bisa memilih saat Pilkades Spatnunggal. Padahal sudah jauh-jauh pulang dari kota untuk datang ke TPS, sebagai wujud partisipasi pada hajat demokrasi tingkat desa tersebut.
“Katanya bisa menggunakan KK dan KTP, tinggal datang ke TPS. Tapi ternyata tidak bisa, katanya karenakan ada aturan baru. Saya ini punya hak pilih hanya tidak mendapat undangan dari panitia. Jauh-jauh pulang dari Jakarta untuk memilih, namun ketika datang ke TPS, tidak bisa mencoblos,” kata Denih.
Komentar