KABARPARLEMEN.ID – Satu dari sedikit perempuan yang sukses dalam kancah politik di Kabupaten Tasikmalaya adalah Ucu Dewi Sarifah. Ia berkali-kali lolos ke parlemen dari Partai Keadilan Sejahtera.
Ucu Dewi Sarifah adalah asli kelahiran Tasikmalaya, 28 Desember 1969. Lolos menjadi anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya sejak pertama kali Pemilu Legislatif berlangsung secara terbuka.
Periode pertama yang Ucu jalani sebagai anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya adalah 2004-2009. Pada saat itu Pemilu Legislatif berlangsung secara proporsional tertutup.
Pada periode selanjutnya, ketika sistem Pemilu berubah menjadi proporsional terbuka, Ucu kembali lolos menjadi wakil rakyat, untuk periode 2009-2014. Absen selama satu periode (2014-2019), kemudian lolos lagi untuk periode 2019-2024.
Ucu memang perempuan aktivis. Sejumlah oraganisasi pernah digelutinya. Antara lain Kaukus Perempuan Politik (2003-2005) sebagai staf biro diklat; Majelis Taklim Alfatah (2004-2023) sebagai ketua; Salimah (2009-2014) sebagai ketua; DKMB Ciawi dan BKMM Kecamatan Ciawi (2017-2020) sebagai ketua bidang perempuan dan pembinaan anak.
Adapun pada struktural DPD PKS Kabupaten Tasikmalaya, Ucu pernah menjabat sebagai Ketua BPKK pada 2005-2015; Ketua Lemsos dan Ketua MPD pada 2010-2015.
Lulusan STISIP Tasikmalaya ini berpolitik bukan tanpa motivasi. Dalam jiwanya tumbuh semangat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat, memperbaiki kinerja aparatur pemerintah dalam pelayanan publik, serta melakukan pengawasan penggunaan anggaran.
“Memperbaiki kinerja aparatur pemerintah itu sesuai dengan kapasitas saya di Komisi I. Sementara melakukan pengawasan penggunaan anggaran adalah fungsi dewan. Kalau memperjuangkan hak-hak masyarakat, jelas kewajiban sebagai wakil wakyat,” terang Ucu.
Konsen Khusus untuk Perempuan
Ucu Dewi Sarifah mengaku memiliki konsentrasi khusus terhadap perempuan. Ia mendambakan perempuan tidak lagi menjadi objek, melainkan maju menjadi subjek.
“Memang sudah bukan zamannya lagi kaum perempuan terus berada pada posisi objek pembangunan. Saya meyakini bahwa perempuan memiliki peran dan posisi yang sangat strategis dalam memperngaruhi kebijakan,” kata Ucu.
Kalaupun memang ada perbandingan antara laki-laki dengan perempuan dalam konteks pembangunan, Ucu melihat jaraknya tidak terlalu jomplang. Paling satu digit saja.
Sekalipun meyakini demikian, Ucu sadar betul bahwa ada prasyarakat yang mesti kaum perempuan penuhi. Antara lain meningkatkan kapasitas diri dengan penguatan pengetahuan dan keterampilan.
“Perempuan juga harus berupaya meningkatkan kapasitas diri, ya. Misalnya memiliki semangat mencari ilmu, meningkatkan keterampilan, agar perempuan itu betul-betul mandiri. Jati tidak melulu bergantung,” saran Ucu.
Praktis, ketika kapasitas diri meningkat, perempuan tidak lagi akan pasif. Justru akan lebih aktif menjadi pelaku.
Untuk itulah Ucu cukup getol menjalankan program pemberdayaan atau peningkatan kapasitas perempuan. Mulai dari sisi wawasan, pengetahuan, hingga keterampilan.
“Jadi saya sering bersilaturahim dengan tokoh-tokoh perempuan, menemui komunitas, mengisi majelis taklim atau sekolah farenting dan lain sebagainya. Saya menekankan bahwa menjadi perempuan itu perannya multi,” tambah Ucu.
Multiperan perempuan yang Ucu maksud antara lain; selain sebagai perempuan itu sendiri, ia juga seorang istri bagi suami dan ibu bagi anak. Saat berperan sebagai istri, perempuan harus tahu bagaimana cara mengelola keuangan dan menata rumah dengan baik. Sementara saat berperan sebagai ibu, ibu harus tahu bagaimana cara mendidik anak atau berkomunikasi dengan baik.
“Intinya, dalam perannya yang multi, perempuan itu harus memiliki keilmuan yang cukup dalam mengelola itu semua. Kalau kapastitasnya tidak memadai, perempuan itu akan berkutat dalam kesulita,” tandas Ucu.
Komentar