oleh

Asep Sopari Al Ayubi: Selalu Percaya Diri Sejak Belia

KABARPARLEMEN.ID — Asep Sopari Al Ayubi, namanya. Menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya periode 2019-2024. Berangkat dari partai berlambang burung garuda, Partai Gerindra, partai besutan Prabowo Subianto yang pada Pilpres 2014 lalu terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.

Asep Sopari lahir di sebuah pedesaan di Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, pada 12 Juni 1973. Pada masa itu, kampung halamannya belum terjamah listrik.

Ayahnya bernama H. Jahri Almasip. Sementara ibunya Hj. Siti Salamah. Berdasarkan pengakuan Asep Sopari, ayahnya seorang tokoh lokal yang berprofesi sebagai petani. Sebagai seorang tokoh, H. Jahri dihormati oleh banyak tetangganya.

“Ayah saya itu sosok yang tegas. Cenderung galak kalau menyangkut ibadah. Misalnya kalau saya tidak salat atau tidak ngaji, pasti dicepret. Kalau ibu, sangat penyabar,” kenang Asep Sopari.

Dari pasangan Jahri dan Siti itu lahir sembilan orang anak. Asep Sopari anak yang ke-8. Keluarga besar ini hidup harmonis. Si pangais bungsu ini mendapat kasih sayang yang besar dari kakak-kakaknya.

Sebagai keluarga besar, H. Jahri selalu mendorong anak-anaknya untuk segera mandiri dan pandai memahami situasi. Membentuk semangat berkompetisi pada anak-anaknya sejak kecil. Hal itu tampak dari sikapnya yang tidak lupa mengapresiasi dan memuji jika anaknya berprestasi.

Buah dari didikan itulah tumbuh jiwa kepemimpinan dalam diri Asep Sopari. Bahkan, hingga batas tertentu, ia mengaku selalu merasa percaya diri sejak kecil. Sesekali merasa lebih unggul ketimbang yang lain.

“Pada satu sisi saya merasa inilah kekurangan. Tetapi pada sisi lain, rasa selalu percaya diri ini justru sebuah potensi, yang kemudian saya kembangkan salah satunya di organisasi kemahasiswaan dan di perusahaan, bahkan juga pada dunia politik,” lanjut Asep Sopari.

Ya, suami dari Khifayati Nursetiana ini memang jebolan aktivis mahasiswa. Tepatnya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di kampusnya, Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya.

Di HMI, di samping mempelajari ragam idologi pemikiran Islam modern, Asep Sopari juga mengasah ketajaman berpolitik. Puncaknya, ia menjadi Presiden Mahasiswa Unsil periode 1998-1999. Kemudian menahkodai HMI Unsil periode 1999-2000.

Dari sana pula jaringannya meluas. Banyak bertemu dengan tokoh-tokoh besar. Salah satunya keluarga pengusaha bus ternama di Indonesia, Mayasari Grup. Pada perusahaan itu pula kemudian Asep Sopari berkarir sebagai Manajer pada PT. Primajasa Perdana Raya Utama, dalam kurun 2002-2015.

Cita-cita Mengambangkan Pertanian

Siapa sangka kalau politikus yang satu ini pernah memendam cita-cita pengembangkan pertanian? Kenyataannya memang demikian.

Asep Sopari mengaku bahwa kultur pertanian di kampung halamannya memberi bekas cukup mendalam. Ia pun berhasrat mengembangkan sektor pertanian. Atas dasar itu pula pendidikan formalnya pada bidang pertanian.

Setamat belajar di SMP, ia pun menempuh pendidikan di Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Tasikmalaya, lulus pada 1992. Lalu merantau ke ibukota negara, Jakarta.

Baru pada 1995 Asep Sopari melanjutkan studi ke Fakultas Pertanian Unsil. Kembali ke Tasikmalaya setelah sekitar empat tahun bekerja di Jakarta. Lagi-lagi soal pertanian yang menjadi fokus studinya.

“Sebetulnya di Jakarta saya sudah keliling ke beberapa kampus. Ambil formulir pendaftaran. Karena di tempat kerja banyak yang mendorong saya kuliah. Waktu itu teman kerja juga pada nyambi kulaih, di antaranya di Universitas Trisakti,” kenang Asep Sopari lagi.

Niat kuliah di Jakarta akhirnya urung. Pragmatisnya, Asep Sopari berpikir, siapa yang akan menanggung biaya kuliah jika di Jakarta(?). Lain halnya jika di Tasikmalaya, banyak kerabat dan keluarga.

“Tapi pertimbangan lainnya, ya, karena di Unsil ada peluang mendapatkan beasiswa. Akhirnya saya memilih untuk pulang kampung,” lanjut Asep Sopari.

Akhirnya kenyataan berkata lain. Setamat kuliah, Asep Sopari menyadari sebuah kenyataan bahwa untuk mengembangkan pertanian itu tantangannya berat. Pertanian membutuhkan proses panjang dan modal besar, di tengah keberpihakan pemerintah sangat minim.

Berkarier di Luar Sektor Pertanian

Mentok dalam hal pertanian, Asep Sopari memilih untuk berkarier. Ia bekerja di perusahaan Mayasari Grup, di Jakarta. Benar-benar dunia yang baru, tapi ia selalu mempunyai satu modal, percaya diri.

Untuk bekerja di Mayasari Grup memang bukan cita-cita Asep Sopari sejak awal. Hubungannya dengan juragan Mayasari, Amir Mahfud mulanya dalam bidang politik.

“Bertemu dengan keluarga Mayasari pada saat Amien Rais ke Tasikmalaya. Berdiskusi dengan Pak Amir Mahfud panjang lebar. Melakukan pemertaan tentang politik ke depan. Tetapi malah diajak ke Jakarta untuk membantu mengembangkan bisnisnya,” katanya.

Dunia kerja tidak selalu mudah. Pada satu kesempatan, Asep Sopari menghadapi sebuah kesulitan. Karena ada sekelompok pengemudi yang suka mogok kerja setiap hari Senin, Selasa, dan Rabu. Terutama yang jurusan Merak.

Pengalaman memimpin mahasiswa di kampus Unsil Tasikmalaya membuat Asep Sopari terbiasa mencari solusi di tengah masalah. Ia pun membuat sebuah program Kopi Morning atau Tea Morning.

Melalui program tersebut Asep Sopari mendampingi pemilik perusahaan mendengarkan keluhan karyawan. Ia mencatat detil setiap keluh kesah yang terungkap. Dari sanalah kemudian mengidentifikasi kemungkinan pemecahan masalahnya.

Asep Sopari memandang bahwa penyelesaian masalahnya bukan dengan hubungan manajerial. Ia menyarankan bos Mayasari untuk merawat anak-anak para karyawan. Persisnya memberi beasiswa penuh bagia anak-anak karyawan yang berprestasi di sekolah, rengking 1 atau 2; atau bagi mereka yang kuliah di Universitas Negeri.

Usulan tersebut tidak serta merta mendapat persetujuan. Amir Mahfud butuh waktu untuk mempertimbangkan dan meyakinkan manajemen yang lain. Walaupun pada akhirnya usulan itu disepakati juga.

“Saya ingat betul pada waktu penyerahan bea siswa yang pertama, Pak Haji Engkun itu ikut hadir. Pada saat itu juga hampir tidak ada karyawan yang mendaftar. Karena tidak percaya,” ujar Asep Sopari.

Setelah masa pendaftaran diundur, Mayasari Grup pun memberikan beasiswa kepada 50-an orang. Itu terus berlanjut, hingga sekarang jumlahnya sudah ribuan orang.

Itulah salah satu jejak yang Asep Sopari tinggalkan di tempatnya bekerja. Jejak yang mungkin akan abadi, karena kini sudah menjadi amanat Amir Mahfud, bahwa sekalipun ia sudah tidak ada program tersebut harus tetap berjalan. Adapun efeknya, tidak ada lagi karyawan yang demo sampai mogok bekerja.

Beralih ke Politik Praktis

Pelabuhan Asep Sopari kini adalah dunia politik praktis, yang digelutinya sejak 2015. Jalan ini juga tidak terlepas dari peran Amir Mahfud, yang pernah menjadi bosnya di Mayasari Grup.

Amir Mahfud meminta Asep Sopari untuk pulang kampung. Tujuannya untuk melakukan pemetaan pada Pilkada 2017. Pada 2017 juga ia memegang jabatan Sekretaris DPC Partai Gerindra Kabupaten Tasikmalaya pada 2017.

“Pada mulanya saya agak grogi. Pulang ke Tasikmalaya tiba-tiba menjadi Sekretaris DPC. Padahal sebetulnya masih banyak juga yang lebih layak dari saya. Dari sana lah saya lebih memahami bahwa politik itu penuh dengan taktik, stategi dan intrik juga,” paparnya.

Di kancah lokal, Asep Sopari memang baru. Tetapi soal jaringan dengan struktur partai di tataran pusat, ia tidak kosong. Toh sudah lama malang melintang di Jakarta.

Maka pada 2019, Asep Sopari pun memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif dari Daerah Pemilihan (Dapil) 5 Kabupaten Tasikmalaya. Pertimbangan yang utama baginya adalah, akan menjadi ironis dan lucu jika Sekretaris DPC Partai tidak mencalonkan diri.

“Mencalonkan di Dapil 5 karena memang saya lahir di sana. Saya berpikir praktis saja, karena di sana banyak keluarga, saudara, dan tetangga. Akhirnya terpilih dan mengantarkan saya menjadi Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya,” lanjutnya.

Sebagai ketua dalam lembaga legislatif, Asep Sopari mengaku ingin memperjuangkan banyak hal. Salah satunya mendorong Pemerintah Daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) demi kemandirian Fiskal.

Pasalnya, melihat PAD Kabupaten Tasikmalaya selama lima tahun terakhir cukup mengkhawatirkan, selalu di bawah daerah-daerah lain di Jawa Barat. BPK juga selalu merekomendasikan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya lebih memperhatikan kemandirian Fiskal.

Dalam benak Asep Sopari sudah tergambar bahwa salah satu alternatif solusi untuk meningkatkan PAD adalah dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan BUMD. Ia berkaca pada Pemerintah Pusat, di mana pendapatannya yang paling besar berasal dari BUMN yang sangat kuat.

Sebagai figur yang lama berkecimpung di dunia bisnis, Asep Sopari memiliki keyakinan bahwa PAD juga bisa tumbuh dari BUMD. Kuncinya, kemauan untuk meningkatkannya lalu konsistensi dalam melakukannya. Di samping itu, Kabupaten Tasikmalaya juga memiliki sumber daya alam yang luar biasa; baik untuk pengembangan wisata maupun pertambangan.

“Beberapa cadangan mineral kita, setelah saya berkonsultasi dengan beberapa pakar, 40 tahun ke depan itu masih aman. Tinggal bagaimana itu kita maksimalkan. Sekali lagi, kemadirian fiskal itu sangat penting untuk menunjang pembangungan guna kesejahteraan masyarakat. Saya pikir itu bukan sesuatu yang utofia. Itu sangat ril dan masa depan kita ada di tangan kita,” Asep Sopari menandaskan.

(Dari berbagai sumber).

Komentar