oleh

Jejeng Zainal Muttaqin, Kelahiran Cirebon Mengabdi untuk Kabupaten Tasikmalaya

KABARPARLEMEN.ID — Lahir di Cirebon tetapi kemudian mengabdi untuk Kabupaten Tasikmalaya. Perjalannya cukup panjang. Di dalamnya juga terselip sebuah pengalaman spiritual di balik perkenalannya dengan Tasikmalaya. Inilah Jejeng Zainal Muttaqin.

Jejeng Zainal Muttaqin lahir di Cirebon, 8 Januari 1979. Anak keempat dari lima bersaudara. Putra pasangan H. Ahmad Kamali dan Hj. Hanifah.

Ayahnya, Ahmad Kamali adalah seorang guru dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun ibunya, Hanifah berprofesi sebagai pedagang pakaian di pasar.

Jejeng tumbuh dalam lingkungan keluarga sederhana. Penuh dengan nilai-nilai religius dan semangat kerja keras. Kedua hal tersebut kemudian membangun karangkernya.

Nilai-nilai dasar religius dalam pribadi Jejeng kian kuat berkat pendidikan pesantren, sekaligus belajar di MTs NU Putera I Buntet. Lembaga pendidikan ini memiliki reputasi tinggi di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Di pondok juga ia belajar kedisiplinan serta ketekunan.

Saat mondok juga Jejeng mendapat pengalaman menginjak tanah suci, Mekkah, untuk pertama kalinya. Ia mendapat beasiswa berupa biaya umroh dari Kementerian Agama RI sebagai siswa berprestasi. Pengalaman itulah yang menjadi titik balik penting dalam hidupnya. Ia dapat berinteraksi dengan banyak tokoh agama yang kemudian memberikan pengaruh besar dalam perjalanan hidupnya.

Beranjak besar, studinya berlanjut di MA Al-Anwar Paculgowang, Jombang. Sifat religiusitas di dalam dirinya pun kian kokoh.

Kuliah di Tasikmalaya

Selepas mondok di Jombang, perjalanan hidup Jejeng berlanjut di Tasikmalaya. Ia kuliah di Institut Agama Islam Cipasung (IAIC, sekarang menjadi Universitas Islam K. H. Ruhiat), Fakultas Syariah. Tentu sambil mondok.

Perkenalan Jejeng yang orang Cirebon dengan Cipasung adalah saat menunaikan ibadah umroh. Kala itu ia dalam bimbingan tokoh-tokoh agama dari Cipasung.

Di IAIC, Jejeng aktif organisasi, bergabung dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Pada gilirannya, ia bahkan pernah menjabat sebagai Ketua Umum PMII Kabupaten Tasikmalaya, bukan hanya lokal kampus.

Semasa menjadi aktivis, yang digelutinya adalah berbagai gerakan sosial dan keagamaan. Antara lain meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia (HAM) dan keadilan sosial. Di luar itu, politikus PKB itu juga turut mendirikan Lembaga Kajian Agama dan Hak Asasi Manusia. Organisasi ini fokus pada isu-isu kemanusiaan dan keagamaan.

Pada pembabakan berikutnya, Jejeng aktif di GP Ansor dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Aktivitasnya yang luas dalam berbagai organisasi ini membentuk karakter kepemimpinan, sekaligus memperkuat jaringan sosialnya di kalangan pemuda dan ulama.

Jadi Kader PKB

Perjalan Jejeng sebagai aktivis kemudian membawanya ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini memang memang memiliki akar kuat di kalangan Nahdliyin (warga NU). Jadi, pararel dengan organisasi yang Jejeng pernah aktif di dalamnya.

Di PKB, Jejeng langsung menjadi sekretaris partai. Posisi inilah yang memberinya kesempatan belajar tentang dinamika politik dan strategi memenangkan dukungan dari kalangan konstituen.

Pada tahun 2009, Jejeng memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya. Namun, langkah pertamanya ini tidak berhasil. Ia tidak terpilih dalam pemilu tersebut.

“Gagal dalam Pileg tentu saja sebuah pengalaman yang mengecewakan. Namun, itu juga menjadi pelajaran berharga,” ujar Jejeng.

Kegagalan dalam Pileg 2009 tidak membuat Jejeng patah semangat. Justru kegagalan ini memantiknya semakin tekun dalam kegiatan politik dan sosial di masyarakat. Akhirnya berbuah pada Pileg 2014, ia terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya. Begitu juga dengan Pileg 2019.

Percepatan Pembangunan Infrastruktur

Dua periode di DPRD Kabupaten Tasikmalaya sudah Jejeng jalani. Banyak hal yang hendak ia perjuangkan. Salah satu di antaranya adalah percepatan pembangunan infrastruktur.

Perjuangannya tersebut sesuai dengan kapasitasnya sebagai anggota dari Komisi III. Pembangunan infrastruktur ia pandang penting mengingat dalam keyakinannya Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi daerah yang maju. Tapi butuh dukungan infrastruktur yang memadai. Tepatnya aksesibilitas jalan dan fasilitas umum.

“Saya meyakini kalau pembangunan infrastruktur yang baik adalah kunci untuk membuka peluang ekonomi baru dan meningkatkan kualitas hidup warga Tasikmalaya,” lanjut Jejeng.

Beriringan dengan itu, mengawal pengalokasian anggaran supaya tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan tidak kalah pentingnya. Sementara untuk mengetahui kebutuhan masyarakat, Jejeng getol berdialog dengan konstituennya di daerah pemilihan (Dapil) satu sebagai lokus pemberangkatannya ke DPRD Kabupaten Tasikmalaya.

Jejeng juga mengaku bahwa semua yang dilakukannya dalam upaya berbuat baik dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Spirit itu berasal dari nilai religiusitas yang sejauh ini ia timba dari pesantren. Harapannya, jejak langkahnya itu dapat menjadi teladan yang baik bagi generasi muda, khususnya yang ingin terlibat dalam dunia politik.

“Karena dalam setiap perjalanan hidup itu, baik ketika kita berhasil maupun gagal, penting bagi kita untuk selalu mawas diri dan terus berikhtiar. Kesuksesan tidak boleh membuat kita terlena. Kegagalan juga seharusnya tidak membuat kita putus asa,” tegas Jejeng.

(Dari berbagai sumber)

Komentar